Ditundanya rencana kenaikan harga BBM per 1 April lalu, ternyata tak lantas membuat situasi tanah air menjadi lebih tenang. Masyarakat masih dirundung kegalauan. Perjuangan besar-besaran untuk memastikan harga BBM tidak naik yang harapannya akan membuat harga-harga tidak naik, ternyata tidak membuahkan hasil yang pasti. Sebaliknya, masyarakat masih dihantui kemungkinan naiknya BBM mengingat keputusan DPR terkait harga BBM ini pada sidang paripurna lalu membuahkan pasal "karet’ yang memungkinkan Pemerintah menaikkan harga BBM apabila ICP naik sebesar 15% dalam kurun enam bulan. Selain masih dihantui adanya kemungkinan naiknya harga BBM ini, masyarakat juga dibuat galau dengan masih melambungnya harga-harga di pasaran.
Rupanya, tak cuma masyarakat yang tengah galau. Presiden SBY sebagai orang nomor satu di Republik ini ternyata tengah dirundung kegalauan juga. Sayangnya, kegalauan yang dialami presiden bukan karena masyarakat lagi galau. Presiden ternyata lebih galau akibat partai-partai di Setgab Koalisi tak lagi seirama. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) melakukan "pembangkangan" pada saat mengambil keputusan tentang UU APBN-P pada sidang paripurna DPR lalu. Kala itu, PKS memang terang-terangan menentang kesepakatan partai-partai Setgab Koalisi yang memilih penambahan ayat 6a pada UU APBN-P. PKS malah bergabung dengan partai oposisi yang memilih mempertahankan ayat 6 yakni tidak menaikkan harga BBM.
Sikap mbalelo PKS ini yang kini tengah menyita perhatian dan pikiran presiden. PKS dianggap sudah melanggar kesepakatan koalisi sebagaimana disepakati diawal periode lalu. Celakanya lagi, pembangkangan PKS ini bukanlah kali pertama terjadi. Bersama partai Golkar kala itu, PKS sering tidak sejalan dengan partai koalisi di DPR. Tak ayal, pembangkangan PKS ini pun dinilai sudah lebih dari cukup. Presiden dan partai Demokrat tengah mengkalkulasikan langkah terbaik untuk PKS. Apakah masih memberi maaf atau sama sekali mendepak PKS dari Setgab. Tak heran sejumlah pertemuan sudah dilakukan SBY untuk membahas isu yang tak punya kaitan dengan kepentingan masyarakat ini. Ketua-ketua umum partai Koalisi pun diundang untuk menggodok kelanjutan masa depan Setgab, apakah masih dengan atau tanpa PKS.
"Beban Hidup Masyarakat Kian Berat"
Inilah yang membuat kegalauan masyarakat kian berlipat-ganda. Alih-alih mendapat perhatian dari para elit, keadaan riil masyarakat sekarang ini ternyata tak masuk dalam agenda pembicaraan presiden SBY dengan para Ketua Umum partai di Puri Cikeas pada Selasa malam lalu. Padahal kegalauan masyarakat terbilang tidak sepele. Pendapatan masyarakat yang tergolong stagnan membuat beban hidup yang harus ditanggung kian berat. Bagaimana tidak berat, harga-harga dipasaran tak kunjung turun. Wajar, kian banyak masyarakat yang mengeluh akibat dampak isu kenaikan harga BBM kendati harga BBM itu sendiri tak jadi naik. Apalagi jika kelak pemerintah jadi menaikkan BBM jika syarat ICP naik 15% terpenuhi, barangkali masyarakat akan semakin bingung entah dengan cara apa supaya kebutuhan hidup bisa terpenuhi. Sebab dengan keadaan yang sekarang saja, banyak masyarakat terutama menengah ke bawah yang sudah mengencangkan "ikat pinggang" seerat-eratnya.
Sejatinya, sebagai presiden dan pimpinan parpol, para elit yang menyempatkan diri untuk melakukan pertemuan tersebut, memikirkan dan membicarakan bagaimana nasib masyarakat pasca sidang paripurna DPR itu. Para pemimpin partai seharusnya menggunakan kesempatan itu untuk meminta presiden mengambil langkah-langkah yang efektif untuk menolong masyarakat dari himpitan beban ekonomi. Atau sebaliknya, presiden bisa meminta saran-saran partai koalisi dalam rangka menstabilkan harga-harga. Selain itu, adalah jauh lebih penting pula untuk membicarakan bagaimana langkah pemerintah ke depan untuk menyiasati agar subsidi BBM tidak perlu dikurangi dalam kurun waktu sekarang ini. Pasalnya, dengan alasan apapun, masyarakat tetap tidak siap jika harga BBM dipaksakan naik.
Harus pula diingat, bahwa para elit –baik presiden maupun parpol yang memiliki kursi di DPR dipilih dan diberikan kepercayaan oleh rakyat untuk memimpin negeri ini, bukan untuk membahas masa depan parpol semata, tetapi semata-mata demi memperjuangkan kehidupan rakyat. Sebab Negara ini bukan cuma tentang partai, atau posisi partai –apakah sebagai pendukung pemerintah atau sebagai oposisi. Tetapi jauh dari itu, kepentingan masyarakat adalah di atas segala-galanya