Memberdayakan Nalar

Belum begitu banyak peru­ba­han perilaku dan pola pikir mas­yarakat dalam merespons ter­jadinya gempa. Suasana ke­pa­nikan, kemacetan dan kege­lisa­han saat ada musibah adalah hal yang alami dan manusiawi. Ma­sih ada di antara masyarakat yang be­lum cerdas menyikapi kon­disi pas­cagempa. Aneh, dan su­lit dijelaskan ada beberapa ke­luar­ga masih memaksakan diri me­ngungsi padahal mereka su­dah be­rada di zona aman. Pem­be­lajaran dan pelatihan mi­tigasi gem­pa masih belum cukup baik ke­sannya di memori masya­ra­kat.

Ketika gempa berakhir, se­ring muncul pandangan dan si­kap keberagamaan seseorang ber­­­pangkal pada nalar yang di­mi­­l­iki. Ada yang sigap me­nge­mu­kan pikiran seder­hana­nya dan berka­ta ini adalah kehen­dak Yang Ma­ha Kuasa, siapa pun ti­dak akan dapat lari dari musi­bah ini, ma­ka hendaklah diterima de­ngan sabar dan tawakal. Ada pula pen­dapat cerdas menyim­pul­kan bu­kankah manusia di­wa­jibkan me­melihara diri dan meng­hor­mati hidup, manusia dapat aktif menentukan hidup­nya sendiri oleh karenanya hen­daklah lari dari bahaya yang akan menimpa.

Perbedaan pandangan ke­aga­maan terhadap gempa men­jadi faktor menentukan ber­sikap dan pola pikir dalam meng­ha­dap bahaya (baca tsunami) pas­ca­gempa. Dalam pema­haman teo­­logi Islam, ada dua kutub pan­­dangan teologis—jabariyah cen­­derung pasrah dan qada­riyah lebih dekat pada pro­gre­sif—yang cukup besar pe­nga­ruhnya dalam me­nentukan res­pons umat beriman terhadap apa pun jua, termasuk meres­pons bahaya gempa.

Menurut paham qadariyah atau free will dan free act adalah ma­nusia bebas berkeinginan dan berkehendak. Qadariyah be­rasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara artinya kemam­puan dan kekuatan. Qadariyah ber­asal dari pengertian bahwa ma­nusia mempunyai qudrah atau kemampuan melakukan ke­hendaknya. Istilah Inggrisnya, pa­ham ini dikenal dengan nama free will dan free act (manusia be­­bas berkeinginan dan ber­ke­hendak). Menurut qada­riyah, m­a­nusia memilki kehendak dan ke­merdekaan dalam menen­tukan hidupnya. Qadariyah mempunyai pandangan bahwa kebebasan dan kekuatan dalam me­wujudkan perbuatan tergan­tung pada manusia itu sendiri.

Menurut aliran qadariyah, tat­kala Allah memerintahkan ham­ba-Nya melaksanakan pe­rin­tah dan larangan, Allah tidak mengetahui siapa di antara mere­ka yang akan menaati-Nya dan siapa yang akan men­durha­kai-Nya. Allah juga tidak tahu sia­pa yang akan masuk surga dan siapa masuk neraka sampai hamba-hamba-Nya beramal. Qa­dariyah ber­keyakinan per­bua­­tan-perbua­tan manusia ter­w­u­j­ud karena kekuasaan ma­nu­sia sendiri, dengan pili­hannya sen­diri dan atas kehendaknya sen­diri. Qada­riyah mengatakan bah­wa m­a­nusia tidak selamanya ter­kait pada ketentuan Allah semata, te­tapi harus disertai upaya dan usaha menentukan nasibnya.

Bila dicermati secara seder­hana paham qadariyah itu cen­derung pada liberal dalam ber­pikir, namun realitasnya paham ini lebih menegaskan perlunya memaksimalkan nalar ikhtiar (pi­lihan-pilihan cerdas), yaitu ilmu pengetahuan yang tinggi mengatasi masalah kehidupan. Masalah kehidupan tidak selalu da­pat dijelaskan dengan ilmu pe­ngetahuan ilmiah, atau seti­dak-tidaknya tetap saja ada rela­tivitas pada temuan ilmiah, akan te­tapi usaha maksimal harus le­bih diutamakan sebelum sam­pai final sebuah keadaan.


Share this article :

Followers

 
Support : Creating Website | Template | Mas
Copyright © 2011. Dunia Dan Akherat - All Rights Reserved
Template Modify and Proudly powered by Free Blog