Home » , » Kelompok Islam Moderat Dibutuhkan

Kelompok Islam Moderat Dibutuhkan

CIREBON Kelompok Islam radikal terus bergerak untuk menyebarluaskan ajarannya. Karena itu, dibutuhkan peran aktif kelompok Islam moderat untuk mengatasinya. Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyad Mbai, menilai kelompok Islam moderat saat ini memang besar. Namun, lebih bersikap tidak aktif . Akibatnya, tempat dakwah seperti masjid dan pesantren, akhirnya malah disusupi kelompok radikal. "Karena itu, dibutuhkan peran aktif kelompok Islam moderat yang tak kenal lelah berdakwah," ujar Ansyad.

Ansyad mengungkapkan hal itu saat menjadi pembicara dalam "Seminar Internasional: Peran Ulama Pesantren dalam Mengatasi Terorisme Global". Menurut Ansyad, peran aktif kelompok Islam moderat yang mayoritas tidak hanya baik untuk penanganan terorisme di Indonesia, namun juga di dunia secara luas. Umat Islam di Indonesia dengan jumlahnya yang mayoritas, harus terus menyuarakan Islam yang rahmatan lil alamin. Maksudnya, Islam yang menjadi rahmat bagi semesta alam, dan bukan menebarkan kekerasan dan terorisme. "Dunia menunggu Indonesia dengan Islam yang mayoritas, tapi tetap bisa berdemokrasi secara baik," tegas dia.

Lebih lanjut Ansyad pun mengkritisi hukum di Indonesia yang dinilai terlalu lemah. Tidak ada pembedaan antara ranah agama dengan pelanggaran pidana. "Saya berharap, untuk penanganan terorisme di masa depan, maka sistem hukum harus diperkuat," tandasnya.

Terorisme Masih Jadi Ancaman

Pengamat intelijen Wawan H Purwanto menyatakan, terorisme masih menjadi ancaman serius hingga sepuluh tahun ke depan. "Hingga sepuluh tahun ke depan terorisme tetap jadi ancaman serius. Gonjang-ganjing ini tidak akan segera berakhir dalam satu dekade," kata Wawan dalam seminar internasional bertema "Peran Ulama Pesantren dalam Mengatasi Terorisme Global" di Cirebon, Jawa Barat, Sabtu.

Dikatakannya, hingga saat ini sumber dana bagi kegiatan terorisme masih cukup besar, meski tokoh utama terorisme global, Usamah bin Laden, telah tewas. Menurutnya, krisis Iran-Israel akan jadi pemicu ketegangan-ketegangan baru di dunia.

"Imbasnya akan kita rasakan, karena Indonesia negara berpenduduk Islam terbesar di dunia," katanya.

Apalagi, lanjutnya, aturan undang-undang untuk membatasi gerak kelompok teroris di Indonesia saat ini terlalu longgar, tidak seketat era Orde Baru. Oleh karena itu, kata Wawan, selain aksi penindakan, juga harus ada aksi pencegahan yang benar-benar membumi, bukan sekedar berwacana.

"Program deradikalisasi jangan hanya diseminarkan, tetapi langsung diaplikasikan, terutama kepada pihak yang terkait terorisme," katanya. Dikatakannya, selain persoalan ideologi, terorisme juga masuk melalui persoalan ekonomi, persoalan kesejahteraan. "Masuknya teror bukan hanya dari ideologi tapi juga ekonomi," katanya. Oleh karena itu, peningkatan kesejahteraan harus terus dilakukan, termasuk kesejahteraan orang-orang yang pernah terkait terorisme dan keluarganya.

Sementara terkait peran ulama, Wawan mengatakan, ulama dapat berperan dalam gerakan deradikalisasi, bukan hanya mencegah orang terserat dalam pemahaman, terlebih masuk dalam kelompok radikal, namun juga membawa orang-orang yang berpaham radikal menjadi lebih moderat. Yang juga sangat penting, kata Wawan, harus dilakukan pendekatan terhadap ulama-ulama garis keras karena di dalam kelompok itu suara mereka sangat didengarkan.

"Di dalam kelompok garis keras, ulama-ulama di luar kelompoknya dianggap ulama kelas dua," katanya. Di dalam seminar itu juga tampil sebagai pembicara Ketua BNPT Ansyad Mbai dan mantan staf BAIS Laksma TNI (Purn) Mulyo Wibisono.

REPUBLIKA.CO.ID


Share this article :

Followers

 
Support : Creating Website | Template | Mas
Copyright © 2011. Dunia Dan Akherat - All Rights Reserved
Template Modify and Proudly powered by Free Blog