Semua orang di dunia tahu bahwa Gempa salah satu fenomena alam yang saat ini kerap kali terjadi dan bahkan boleh dibilang setiap hari, serta memakan korban hampir setiap bulan dan triwulan dalam setiap tahunnya. Sebenarnya Gempa bukanlah menjadi sesuatu yang aneh dan menakutkan, asal semua masyarakat tahu bahwa gempa itu dapat terjadi kapan saja. Namun, oleh karena muncul berbagai reaksi atas nubuat dari beberapa pakar akhirnya gempa belakangan ini seolah-olah menjadi barang “elite”, yang sedikit saja ada berita tentang itu, reaksi masyarakat yang memang datang dengan berbagai latar belakang dan tingkat pengetahuan yang berbeda-beda menjadi heboh dan menghebohkan. Lalu, di mana letaknya mediasi dari pemerintah dan pemahaman keagamaan oleh masyarakat.
Seolah-olah gempa ini menyingkirkan logika berpikir yang rasional. Mungkin juga karena pengetahuan para pakar semakin tinggi, sehingga kadang-kadang kaidah religi dinomorduakan. Tidak pula salah apabila masyarakat memberikan respons secara sporadis, karena mereka sudah mendengar, melihat bahkan merasakan akibat gempa itu.
Padahal, sementara fenomena alam itu tetap berlangsung kewaspadaan harus tetap dilakukan. Dan, program antisipasi/ mengatasi dampak yang kurang menguntungkan itu perlu terus dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai program. Dengan demikian, masyarakat akan dengan tenang dapat melakukan aktivitasnya di mana saja mereka berada. Tidak seperti hari ini, di beberapa lokasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah rawan, maka masyarakatnya agak terganggu.
Bagaimana dengan pariwisata ? Oh, itu sudah pasti berdampak. Jangankan isu, dalam suasana normal saja bukanlah pekerjaan yang mudah untuk menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke ranah Minang ini. Padahal, alek gadang kebanggaan kita bersama di Sumatera Barat ini yaitu Tour de Singkarak (TdS) segera digulirkan awal bulan depan.
Dampak lain yang muncul adalah saling tuding, baik yang menyampaikan pesan maupun yang menerimanya. Lalu apa kata masyarakat? Yang jelas bagi mereka yang sudah trauma dengan kejadian beberapa waktu lalu, segera mengambil keputusan bahwa “memang akan segera terjadi”. Bahkan yang lebih hebatnya lagi, ada pula masyarakat kita melihat tanda-tanda alam yang entah dari mana pula sumbernya; seperti daun-daunan tidak bergoyang alias tak ada pergerakan angin, ada gumpalan awan yang berbentuk garis lurus, serta keluarnya ular dan ributnya burung-burung.
Entahlah......, yang jelas sekarang tingkat rasionalitas penduduk kita semakin tergaduh dengan rentang waktu yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi itu. Saya ingat judul sebuah lagu “Menghitung Hari”, maka mungkin judul ini cocok dengan suasana batin masyarakat terutama yang berdomisili di sepanjang pantai atau zona merah.
Saran kami sebagai anggota masyarakat kepada pemerintah khususnya Kota Padang (karena penduduknya paling banyak berdomisili di zona merah), adalah segera tertibkan kendaraan besar (truk) yang parkir di sepanjang jalur evakuasi. Karena akan sangat mengganggu mobilitas penduduk apabila fenomena gempa itu betul terjadi. Sekaligus cara ini akan membiasakan pengemudi untuk memarkirkan kendaraannya pada tempat yang tidak menyebabkan terganggunya kelancaran di jalan raya
Fungsi informasi dan penerangan segera pula difungsikan secara optimal. Berikan arahan kepada masyarakat secara berulang-ulang, agar mereka yakin dengan apa yang harus mereka lakukan dalam kondisi bagaimana pun. Seluruh perangkat yang berkaitan langsung dengan masyarakat, segeralah menyampaikan informasi itu dengan bahasa yang “menyenjukkan”.
Sudahlah....., ngga’ usah bertengkar lagi dengan surat edaran (SE) itu. Kalau yang terlanjur keliru, mari sama-sama kita luruskan niat bahwa semua itu demi kita. Bermohon kita kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa agar seluruh kita masyarakat Sumatera Barat khususnya Kota Padang, terhindar dari malapetaka akibat gempa itu.
Mari bersama kita seluruh masyarakat Sumatera Barat, bahu-membahu dengan pemerintah untuk menyukseskan program pemantapan jalur-jalur evakuasi yang relevan. Karena dengan demikian, salah satu kecemasan akan terjadinya kemacetan saat kejadian seperti yang selama ini kita alami, secara perlahan dapat diatasi. Mari kita tak bosan-bosan memuji dan bersyukur kepadaNya, agar nikmat selalu dilimpahkanNya dan “bala” dijauhkan-Nya.